Mimpi Buruk yang Tak Berujung
Karya : Azizatun Nufus
Mimpi Buruk yang Tak Berujung
Mimpi ini mungkin adalah mimpi yang paling buruk dan menegangkan yang pernah kualami. Mimpi ini pendek, namun terjadi berulang-ulang….
Orang bilang mimpi itu adalah bunga tidur, tapi itu omong kosong bagiku, aku selalu merasa ketakutan saat malam mulai datang.
Aku adalah seorang anak perempuan dengan mimpi burukku yang tak berujung, batas itu terasa sangat tipis dan menyakitkan. Aku terjebak dalam siklus mimpi yang mengerikan dimana aku terus menerus terjebak dalam sebuah mimpi yang tak ada ujungnya mimpi itu tak kunjung berakhir. Mimpi ini membawaku kedalam hutan gelap yang diepenuhi oleh pepohonan besar dengan bentuk yang menyeramkan dan suara-suara aneh mengerikan juga bayangan-bayangan berkelebatan yang sangat menakutkan. Setiap kali aku berusaha untuk bangun dari mimpi ini, aku justru kembali lagi kedalam hutan yang sama, mengerikan dan menakutkan.
Suasananya saat malam, entah jam berapa pada saat itu. Gelap gulita… aku diboncengi oleh orang misterius didepanku, menyusuri jalanan kosong, kadang ada pepohonan, dan perumahan yang hening dan terlihat tak berpenghuni. Hanya disinari dengan lampu depan motor. Aku hanya diam melihat sekeliling. Orang didepanku hanya diam saja sambil focus menatap kedepan mengendarai motor. Aku berusaha berbicara untuk bertanya, namun entah kenapa aku tidak bisa. Aku hanya menjadi bisu didalam mimpi itu. Motor terus melaju tetapi seolah-olah hanya diam ditempat.
Sesaat aku sedang melihat sekeliling, ada sesosok kain putih yang tersorot oleh lampu depan motor, semakin mendekat semakin jelas.
Tiba-tiba
“AAAAAAA, HIHIHIHI“ terdengar suara teriakan marah dicampuri oleh tawa. Ternyata itu adalah sosok kuntilanak. Semakin mendekat semakin terlihat jelas, dia melayang-layang memutari kami. Wajahnya dipenuhi oleh belatung yang berdarah-darah dan rusak dengan lidah menjulur dan menguarkan bau tak sedap. Bisa dibayangkan betapa menyeramkan sosok itu. Orang misterius didepanku menancapkan gas “ BRUMMMM “ suara khas motor ngebut. Sejenak kuntilanak itu tertinggal dibelakang tidak terlihat.
Tapi tiba-tiba kuntilanak itu muncul didepan wajahku “KAU TERSESAAT HAHAHAHA…” dia berteriak dengan suara lantang. Suaranya sangat keras tidak wajar didengar oleh telinga manusia normal. Aku terbangun dengan napas tersengal-sengal. Aku terjatuh berdebam ke lantai (DUK) “ Aduuhhh… sakittt “ badanku terasa seperti remuk. Malam ini telah usai, pagi menjelang.
Setiap kali aku bangun di pagi hari, aku tidak pernah lagi merasakan udara segar, mimpi ini sungguh menyiksa, menyesakkan dan menakutkan. Sesungguhnya aku tidak ingin hidupku ini terus seperti ini tapi takdir berkata lain. Dimalam selanjutnya aku terus terjebak, tercekik tak kunjung berhenti. Ketika aku sedang berjalan di antara pohon-pohon besar yang tampaknya hidup dan berbicara dengan bisikan tak terdengar, aku merasa hatiku semakin terjebak dalam suasana mencekam. Suara-suara aneh yang menggema seperti seruan marah dan tawa merdu yang tak manusiawi membuatnya merasa semakin terisolasi. Terjebak di alam mimpi yang sangat membuatnya seperti sedang sekarat, sakit dan mengerikan. Aku merasa diri ini semakin merasakan keterikatan dengan kegelapan dan keheningan yang melingkupi. Malam demi malam, aku selalu terbangun dengan keringat dingin,dan nafas terengah-engah. Keseharianku mulai terganggu oleh
kelelahan fisik dan mental yang diakibatkan oleh mimpi buruk yang menghantui setiap malam.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai mencari jawaban tentang mimpi buruk yang menghantuiku setiap malam ini. Aku sudah mengunjungi seorang psikiater, mengikuti meditasi, dan bahkan menghubungi paranormal dalam upaya untuk memahami arti dari mimpi yang menghancurkanku ini.
Namun, apa pun yang selalu aku lakukan, aku tetap terjebak dalam lingkaran tak berujung dari mimpi mengerikan. Terkadang, aku juga merenung tentang apakah mimpi ini memiliki makna yang lebih dalam, aku tidak mengerti sekarang. Apa yang harus aku lakukan sehingga aku tidak terjebak lagi dalam mimpi yang sungguh menakutkan dan mencekam itu. Setiap malam aku harus terus berlari dan berlari entah kemana tujuanku berlari ini, tapi aku sangat takut sekarang suara-suara itu bermunculan lagi, bahkan sekarang lebih mengerikan lagi dari malam-malam sebelumnya. Pohon-pohon besar bagai mengejar-ngejarku bayangan-bayangan menakutkan semakin banyak jumlahnya, sungguh situasi ini membuatku sangat tersiksa. Keringat bercucuran deras tiada henti aku terus saja berlarian dihutan gelap yang mencekam.
Hari terus berlalu, dan aku selalu ketakutan terhadap malam. Malam ini adalah malam ketiga aku diserang mimpi buruk itu, awalnya aku tidak ingin tidur malam ini, aku berusaha untuk tidak menutup mataku agar suasan mencekam itu tidak lagi datang. Tapi, kantuk menyerangku sehingga aku mulai terlelap dalam balutan selimut ketakutan. Sekarang aku tidak tahu entah aku berada dimana sekarang. Gelap, hening, menakutkan. Kali ini aku berada ditengah tengah danau akupun bingung mengapa aku tiba-tiba berada disini. Aku berada di atas Jukung (sebuah alat yang biasa nelayan pakai untuk mencari ikan). Diatas jukung ini aku dikelilingi oleh makhluk air yang berbadan hitam dan mata merah menyala, makhluk-makhluk itu beruasaha untuk menggapaiku. Tapi aku berusaha berlari menjauh dari makhluk itu, aku mengayuh dayung yang kupegang sekuat mungkin tapi rasanya aku tidak bergerak sama sekali dari tempat itu. Makhluk itu semakin
mendekatiku tangannya mulai menggapaiku, aku tidak bisa bergerak karena kakiku ditarik oleh makhluk air. Aku diseret menuju air danau yang dingin.
BYURR….
Aku berteriak “AAAA…. Lepaskan aku lepaskan..“ tetapi makhluk tersebut bukannya melepaskanku malah membawaku kedalam air. Aku megap-megap kehabisan napas, aku berusaha menggapai gapai tapi tidak bisa. “Toloooonngg.. tolong aku”. Tidak ada siapapun yang mendengar. Kepalaku sakit karena tidak bisa menghirup oksigen. Aku mulai kehabisan napas,tercekik sakit sekali. “JDUK… Aduhhh”. Ternyata sekarang aku sudah berada di lantai kamar, aku terjatuh lagi, rasanya sakit sampai aku tidak bisa bangun beberapa saat.
Hari-hariku telah berlalu, aku tidak pernah merasakan lagi kesegaran bangun dari tidur, aku selalu merenung, sampai orangtuaku bingung mengapa anaknya yang ceria ini sudah berhari-hari seperti tidak punya semangat hidup. Entahlah aku juga lelah mimpi ini… menyiksaku. Pada malam- malam selanjutnya pun mimpi-mimpi ini terus berulang tak kunjung berakhir.
Pada malam ketujuh, disini aku berada ditengah tengah hutan, aku melihat begitu banyak hantu-hantu yang selalu Nenekku ceritakan dahulu saat aku masih kecil itu muncul disekelilingku sekarang, mulai dari sosok jangkung dengan kain kafan, yaa kalian juga tahu bahwa itu adalah Pocong, dengan muka yang hitam dan lidah menjulur, gendorowo bermata merah menyala yang tingginya hampir lima meter dengan gigi taring, kuntilanak yang pada saat itu meneriakiku, wewe gombel, serta masih banyak lagi yang lainnya, berkumpul menyaksikan aku yang tengah ketakutan, aku bergelung dengan diri sendiri berusaha melawan ketakutan yang sangat menyiksa. Suara-suara itu, suara tawa menggema penuh kekejaman suara tangisan pilu seorang perempuan, dan amukan marah tak manusiawi mengiringi alunan ketakutan dari siksaan mimpi tanpa henti ini. Aku menangis berteriak marah, entah marah kepada siapa. Disela tangisan itu aku mendengar ada suara seorang wanita bernyanyi.
“Eling-eling, mangka eling..
Rumingkang dibumi alam..
(Hening, suara nyanyian itu berhenti sejenak) Setan ora doyan Demit ora ndulit Setan ora doyan Demit ora ndulit…. Setan ora doyan Demit ora ndulit Setan ora doyan Demit ora ndulit…. Sayektine mungsuhira Dudu Jin lan ugi Setan Howo nafsu, angkoro murko Iku musuh ingkang nyoto…. Jin, setan purun Paneluhan tan ono wani Guno duduk pan sirno….1 Tak lelo.. leloo ledungg…. Ini adalah kidung pengantar tidur yang selalu nenekku nyanyikan saat aku masih kecil dulu. Aku merasakan ketakutan yang amat sangat. Sungguh, aku sangat ingin berteriak sekencang mungkin tapi tidak bisa, mulutku bagaikan terkena tumpahan lem aku membisu aku hanya bisa berteriak dalam hati “Ibuuuu, Ayahhhhh, aku lelah aku takutt, tolong akuuu” sambil terus berlari tanpa henti
tanpa ujung tanpa hasil. Suara tawa yang menggema serta tangisan memilukan menjadi satu, semakin mendukung suasana mencekam, gelap, dan menyesakkan. Pada saat aku berlari, aku tersandung akar pohon, kakiku terjebak, makhluk-makhluk itu semakin mendekat aku berusaha melepaskan kakiku dari akar pohon. Mereka semakin mendekat tertawa-tawa. Tiba-tiba sesosok nenek-nenek berpakaian khas adat jawa berada didepan mukaku ia berkata. “Kenging punapa nduk…Sampeyan kesasar yahh…Hahaha sampeyan kadosepun mboten saged wangsul…”2 Aku berteriak “AAAAA…Pergiii pergii dari siniii”. Seketika nenek itu hilang dari hadapanku dan digantikan oleh suasana rumah khas adat jawa. Akupun bingung dimana hutan itu, dimana makhluk-makhluk itu, dimana aku….. Aku sendirian disini, dirumah adat jawa, aku yakin ini adalah rumah peninggalan orangtua zaman dahulu. Aku berjalan-jalan melihat lihat sekeliling. Hening… Aku melihat diatas meja ada sebuah bingkai poto yang ternyata itu adalah aku dengan mengenakan pakaian adat jawa. Aku sungguh tidak paham aku tidak mengerti mengapa ada potoku disini, aku merasa sangat lelah sekarang, aku ingin pulang ingin berhenti dari siksaan ini.
Entah sampai kapan mimpi ini akan berakhir, aku tidak tahu, kalian juga bahkan tidak tahu entah kapan mimpi ini akan berakhir atau mungkin apakah mimpi ini akan datang kepada kalian malam ini. Maka, bersiap-siaplah menyambut malam yang mencekam. Merasakan apa yang aku rasakan.
SELESAI
catatan : 1. Lagu Kidung Jawa “Setan Ora Doyan”
2. Bahasa Jawa
Krama “(Kenapa nak? Kamu tersesat yahh.. Hahaha kamu tidak bisa pulang
lagi
Panas Penghormatan
Karya: Girafee
“Hahh… Panas banget” Salah satu dari mereka menggerutu, menghembuskan nafas dengan malas.
Saat itu memang sedang panas. Bagaimana tidak, tiga orang tersebut malah berdiri di tengah-tengah lapangan yang sedang dipanggang oleh matahari. Tanpa ada tabir satupun, laksana bertemu langsung dengannya. Disana juga ditemani oleh bendera merah putih yang menonton mereka sedang hormat kepadanya. Ya, mereka sedang dihukum.
“Berisik Rahmat! Dari tadi ngeluh terus, kita juga ga bakal kayak gini kalo kamu ga nyari gara-gara” Sahut Yudi, kesal.
“Lah kamu juga ikut-ikutan. Bukannya sadar diri, malah nyalahin orang lain” ucap Rahmat, tidak mau kalah.
“Aduh, besok upacara kemerdekaan lagi”
“Iya kah? Ah, males banget. Sekarang berjemur, besok harus berjemur lagi. Pura-pura sakit aja lah”
“Kamu jangan kayak gitu Rahmat, hargain dong perjuangan para pahlawan” tiba-tiba Kiko ikut mengahut, ikut nimbrung.
“Tumben tiba-tiba jadi nasionalis begini. Apa otakmu konslet gara-gara kepanasan?” ejek Rahmat.
“Ya harus dong, kita sebagai warga Indonesia harus mencintai negara kita sendiri. Para pahlawan sudah bersusah payah untuk memerdekakan tanah ini. Dinamika dan gejolak rintangan sudah mereka lalui, sampai akhirnya pada 17 Agustus 1945 Indonesia pun resmi beridiri”
“Itulah sebabnya setiap tanggal 17 Agustus kita memperingati hari kemerdekaan dengan upacara dan lomba-lomba yang juga menjadi simbol perjuangan para pahlawan. Kalo tidak ada mereka, mungkin kita tidak bisa melihat bendera merah putih berkibar” balas Kiko sambil menunjuk bendera merah putih.
“Lalu, kenapa kita upacara setiap hari senin?” tanya Yudi.
“Agar kita tidak lupa jasa-jasa mereka. Upacara dilakukan sebagai bentuk penghormatan kita yang telah mendapatkan hasil kerja keras mereka. Lagian upacara juga tidak sesusah merebut kemerdekaan dari penjajah” jawab Kiko.
Bendera merah putih berkibar dengan antusias. Seperti senang mendengarkan pernyataan-pernyataan dari anak tersebut.
“Yaelah, ngomong doang mah enak. Kamu ngelakuin kaya gini juga tepar nantinya. Lagian kenapa juga kita harus memberi hormat kepada bendera ini sebagai hukuman, pas panas kayak gini lagi” balas Rahmat, mengeluh.
“Ya juga ya, bukannya malah menimbulkan efek jera ya?” timpal Yudi ikut-ikutan
“Eee… kalo itu…” Kiko kehabisan kata-kata. Ia juga bingung apa sebabnya penghormatan kepada pusaka tersebut yang seharusnya simbolik malah menjadi sebuah hukuman. Namun, tiba-tiba Kiko memikirkan sesuatu.
“Yang gerak duluan GAY!” teriak Kiko.
Senyap, tidak ada yang bergerak.
Beberapa jam kemudian mereka bertiga masih saja hormat dan berdiri disana sampai akhirnya salah seorang guru menyuruh mereka pulang karena bel pulang sudah lama berbunyi. Padahal, mereka hanya dihukum sampai waktu istirahat.
Selesai